Buat mereka yang sebatas mengenal matematika, pi
adalah konsep sederhana yang mengaitkan keliling setiap lingkaran dengan
diameternya. Kalikan diameter dengan pi, akan didapat besaran keliling
lingkaran. “Besar pi itu 22/7 atau 3,14,” kata Andito, siswa sekolah dasar di
Tangerang.
Tapi kisah ini lebih dari sekadar belajar konstanta
dalam rumus mencari keliling lingkaran. Ini tentang kerumitan yang misterius
sekaligus kesederhanaan yang mengagumkan. Sekelompok orang bahkan bisa sangat
terobsesi kepadanya: sebuah angka yang teruntai acak hingga lebih dari satu
triliun digit panjangnya. 3,14159….
Sekali setahun, setiap tanggal pada hari ini (14 Maret
atau 3.14) bertepatan dengan ulang tahun Albert Einstein, kelompok itu menyempatkan
diri berkumpul. Mereka biasanya akan berdiskusi, menggelar kontes mengingat
panjang digitnya, sampai memparodikannya seperti menyantap pie bersama.
Profesor fisika, Yohanes Surya, pernah ikut
merayakannya di Jepang beberapa tahun lalu. Saat itu ia terlibat dalam kontes
mengalunkan musik dari untaian digit pi. “Misalnya 3 jadi mi dan 1 adalah do,”
katanya. “Jadinya bagus juga.”
Yohanes lalu pernah mencoba membumikan kegiatan serupa
di kampus Universitas Pelita Harapan. “Waktu itu bertepatan dengan Olimpiade
Fisika Asia di Indonesia,” katanya.
Di Amerika. setidaknya ada dua tempat di mana akan
terdengar seruan-seruan Happy Pi Day itu: Exploratorium, San Francisco, dan
kampus Massachusetts Institute of Technology. Khusus pada hari ini, pi bukan
lagi monopoli para kutu buku matematika.
Akira Haraguchi, dokter berusia 60 tahun di Jepang,
misalnya. Hari ini menjadi perayaan untuk kemampuannya menghafal deretan
angka-angka yang menyusun pi sampai 100 ribu desimal. Butuh 16 jam untuknya
menuliskan seluruh angka itu.
Sayang, Haraguchi tidak membukukan kemampuannya itu
sebagai rekor dunia. Guinness Book of Record saat ini hanya mencatat Chao Lu,
mahasiswa kimia di Cina, sebagai pemilik rekor dunia karena mampu menyebut
secara tepat 67.890 digit pi selama 24 jam pada 2005. Saat itu Chao Lu butuh 26
video sebagai bukti.
Lalu ada orang-orang seperti Marc Umile. Sekitar 12
tahun lalu, semasa masih bekerja sebagai penjaga pintu di opera house, Umile
iseng membaca buku matematika dan berkenalan dengan pi.
Dia bermimpi menggubah deretan angka-angkanya menjadi
alunan nada. Obsesi itu dia rintis mulai 2004 ketika merekam digit pi dengan
tape recorder. Selama ribuan jam, hingga 2006, Umile membubuhkan nada-nada:
beberapa tinggi, yang lain rendah. Dia lalu mendengarkannya dengan cermat.
“Setiap menjelang dan sepulang kerja. Di sela-sela
istirahatku dan di kala jeda makan siang. Bahkan hingga saya mandi,” katanya.
“Mungkin 40 persen waktuku selama itu selalu mengenakan earphone.” Total,
12.887 digit pi telah dia gubah.
Mike Keith, insinyur komputer di Virginia, beda lagi.
Keith menulis kumpulan puisi cinta terdiri atas 4.000 karakter. Jumlah huruf
dalam setiap kata, yang menyusun bait-bait puisinya itu, sama dengan digit yang
menyusun pi. Bagian pertama kumpulan puisi itu ditulisnya begini, One: A Poem:
A Raven. Itu dia terjemahkan sebagai 3-1-4-1-5.
Menurut Keith, dia hanya orang yang gila pi atau “pi
nut”. Di dalam benaknya sudah terpatri 100 digit pi. “Putriku sampai 50,”
katanya sambil menambahkan, “Ia baru berusia 15 tahun.”
Hari (Rabu) ini, 3-14, kebanyakan pada pukul 01.59
siang waktu setempat, Keith dan para pemuja pi lainnya akan meraih momentum.
Umile, misalnya, mulai percaya diri dengan apa yang dia kerjakan dan siap
tampil di televisi. Ia telah melatih ingatannya terhadap 10 ribu digit bilangan
itu.
Lucunya, bagi seorang Umile, ia justru sering kali tak hafal nomor
teleponnya sendiri. Begitu juga dengan nomor rekeningnya. “Pernah nomor itu
berawalan 6-1-4, tapi yang saya tuliskan 3-1-4,”